Wayang
Kulit didusun Butuh, Sidowarno, Klaten. Bpk Mulyadi
(Dokumen pribadi)
Kesenian tradisional sangat
penting diikutsertakan dalam rangka mensukseskan pembangunan bangsa Indonesia.
Karena kesenian tradisional merupakan bagian budaya nasional, dan pembangunan
nasioanal hakikatnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya, secara adil,
merata, jasmani dan rohani. Dalam membentuk budaya nasional dalam menerima
pengaruh asing, hendaknya selalu berpijak pada akar dan nilai-nilai budaya
bangsa sendiri. Karena bangsa yang melupakan warisan budayanya sendiri akan
kehilangan kepribadiannya (Drs. Imam Sutardjo, M.Hum, 2008: 53,54). Kesenian
adalah suatu penyangga kebudayaan, dan berkembang menurut kondisi dari
kebudayaan itu. Kesenian tidak pernah berdiri lepas dari masyarakat. Kesenian
Jawa merupakan refleksi estetis orang Jawa dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Seni adalah symbol kosmis, dan bentuk karyanya dikategorikan fundamental
eksistensi manusia, yang menyajikan struktur pengetahuan tentang ada (being),
kepercayaan agraris, nilai.
Kesenian
tradisional adalah suatu bentuk seni yang bersumber dan berakar serta telah
dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya. Pengolahannya
didasarkan atas cita-cita masyarakat pendukungnya.
Wayang sendiri berasal dari sebuah kalimat yang berbunyi “Ma Hyang”, artinya berjalan menuju yang maha tinggi (disini bisa diartikan sebagai roh, Tuhan, ataupun Dewa). Akan tetapi ada sebagian orang yang berpengertian bahwa kata wayang berasal dari bahasa Jawa yang berarti bayangan, atau yang dalam bahasa Indonesia baku adalah bayang. Hipotesa bahwa wayang berasal dari kata-kata bayang ini didapat dari bukti bahwa para penonton dapat menyaksikan pertunjukkan wayang dengan hanya melihat bayangan yang digerakkan oleh para dalang yang merangkap tugasnya sebagai narator. Dalang sendiri merupakan sebuah singkatan dari kata-kata ngudhal piwulang, dimana ngudhal berarti menyebar luaskan atau membuka dan piwulang berarti pendidikan atau ilmu. Hal ini menegaskan posisi dalang sebagai orang yang memiliki ilmu lebih dan membagikannya kepada para penonton pertunjukkan wayang.
Ciri-ciri
kesenian tradisional yang berkembang di daerah-daerah mempunyai khas sendiri,
yaitu:
1.
Seni yang berpengaruh dan
keberadaanya pada batas wilayah tertentu.
2.
Seni yang sangat erat hubungannya
dengan golongan ras, kesukuan, adat-istiadat maupun keagamaan.
3.
Merupakan bagian dari satu “cosmos”
kehidupan yang bulat tanpa terbagi-bagi dalam pengkotakan spesialisasi.
4.
Karya seninya bukan merupakan hasil
kreativitas perseorangan.
5.
Seninya bersifat fungsional.
(Drs. Imam Sutardjo, M.Hum, 2008:
55, 56)
Wayang sendiri berasal dari sebuah kalimat yang berbunyi “Ma Hyang”, artinya berjalan menuju yang maha tinggi (disini bisa diartikan sebagai roh, Tuhan, ataupun Dewa). Akan tetapi ada sebagian orang yang berpengertian bahwa kata wayang berasal dari bahasa Jawa yang berarti bayangan, atau yang dalam bahasa Indonesia baku adalah bayang. Hipotesa bahwa wayang berasal dari kata-kata bayang ini didapat dari bukti bahwa para penonton dapat menyaksikan pertunjukkan wayang dengan hanya melihat bayangan yang digerakkan oleh para dalang yang merangkap tugasnya sebagai narator. Dalang sendiri merupakan sebuah singkatan dari kata-kata ngudhal piwulang, dimana ngudhal berarti menyebar luaskan atau membuka dan piwulang berarti pendidikan atau ilmu. Hal ini menegaskan posisi dalang sebagai orang yang memiliki ilmu lebih dan membagikannya kepada para penonton pertunjukkan wayang.
Sejarah asal usul
kesenian wayang kulit, seperti disebut diatas, tidak bisa lepas dari
sejarah wayang sendiri. Tidak ada bukti konkret tentang adanya wayang
sebelum abad pertama, dimana ini bertepatan dengan munculnya ajaran
Hindu dan Buddha ke area Asia Tenggara. Hal ini dipercaya menjadi
hipotesa bahwa seni ini datang dari India ataupun Tiongkok, dimana
kedua negara tadi memiliki tradisi yang telah berjalan turun-temurun
tentang penggunaan bayangan boneka atau pertunjukkan teater secara
keseluruhan. Jivan Pani juga pernah mengeluarkan pendapat bahwa
wayang berkembang dari dua jenis seni yang berasal dari Odisha, India
Timur, yaitu Ravana Chhaya yang merupakan sebuah teater boneka dan
tarian Chhau. Meski begitu, banyak juga penceritaan sejarah
wayang
yang memiliki dampak besar terhadap perkembangan teater boneka
tradisional
.
(http://www.portalsejarah.com/sejarah-asal-usul-kesenian-wayang-kulit.html,01/11/2015)
- Sejarah Berdirinya Sanggar Wayang
Didusun Butuh Sidowarno, klaten, mayoritas masyarakat disana membuat gallery wayang kulit disetiap rumah, mereka membuat wayang kulit dari kulit kerbu. Pembuatan wayang kulit disana termasuk tradisi turun-temurun, dari sang nenek kemudian ayah kemudian diturunkan kepada anak cucunya. kali ini saya akan berbicara kepada salah satu warga masyarakat pembut wayang, yaitu bpk. Mulyadi.
Pada awalnya Sanggar Wayang Kulit bapak Mulyadi ini bermula dari ayahnya yang dulu membuat wayang lalu kemudian sifat dari sang ayah senang membuat wayang lalu turun-temurun ke bapak Mulyadi yang pada akhirnya beliau membuat Sanggar Wayang tersebut. Bakat lainnya tidak hanya turun temurun di bapak Mulyadi saja melainkan banyak warga sekitarnya juga penghasil wayang kulit, kadang kala pak Mulyadi meminta bantuan temannya untuk menghasilkan wayang yang tidak bisa ditanganinya sendiri.
Pada awalnya Sanggar Wayang Kulit bapak Mulyadi ini bermula dari ayahnya yang dulu membuat wayang lalu kemudian sifat dari sang ayah senang membuat wayang lalu turun-temurun ke bapak Mulyadi yang pada akhirnya beliau membuat Sanggar Wayang tersebut. Bakat lainnya tidak hanya turun temurun di bapak Mulyadi saja melainkan banyak warga sekitarnya juga penghasil wayang kulit, kadang kala pak Mulyadi meminta bantuan temannya untuk menghasilkan wayang yang tidak bisa ditanganinya sendiri.
Sanggar Wayang Kulit
ini merupakan suatu perusahaan yang membuat wayang kulit menggunakan
kulit kerbau, perusahaan ini menggunakan kulit kerbau karena
ketebalan kulit ini sangat cocok untuk pembuatan dan memudahkan kulit
saat ditatah sesuai pola yang diinginkan. Perusahaan ini juga
membuat wayang sesuai keinginan si pembeli.
- Produk yang dihasilkan dari Sanggar Wayang
Produk
yang dibuat di Sanggar Wayang ini berupa wayang kulit, seperti semar,
petruk, bagong, dan beliau membuat wayang tersebut sesuai keinginan
dari konsumen tersebut. Beliau juga membuat wayang ukuran besar
sesuai kebutuhan yang diinginkan.
- Pengelolaan keuangaan di Sanggar Wayang
Dana
yang dihasilkan dari perusahaan wayang ini dari hasil sendiri bapak
Mulyadi tidak ada bantuan dari pihak lain. Keuangan yang diperoleh
bpk Mulyadi ini biasanya beliau mendapat uang setelah produk wayang
yang dihasilkan sudah selesai dibuat lalu beliau menerima uang dari
konsumen tersebut. Jika pemesanan pembuatan produk wayang ini melalui
sumber internet dan lewat pemaketan/ pengiriman, bpk Mulyadi menarik
DP atau anggaran setengah dari keseluruhan dana yang akan dibuatnya.
- Teknik dan Strategi pemasaran
Teknik
dan pemasaran oleh bpk Mulyadi ini melalui sumber media online dan
sumber dari mulut ke mulut. Langkah awal yang terpenting yang
dilakukan bpk Mulyadi dalam produk wayang ini yaitu tentang kualitas,
beliau membuat suatu kerajinan dengan jaminan kualitas bagus dan juga
tentunnya ada harga. Harga dari kerajinan bpk Mulyadi semua sama,
karena semua kualitasnya dijamin. Harga yang ditentukannya sesuai
dari ukuran besar dan kecilnya kerajinan yang dibuatnya. Selain dari
kualitas, perusahaan ini juga mengedepankan kenyamanan, inovasi dan
kecepatan. Kecepatan yang dimaksud yaitu kecepatan tepat waktu sesuai
keinginan konsumen, penempatan produk dan respon keinginan konsumen.
Dan juga pelayanan dan kepuasan pelanggan.
- Tempat dan waktu
Perusahaan tersebut
bertempat dirumahnya sendiri yakni sanggar wayang tersebut. Sanggar
Wayang bertempat didusun butuh, sidowarno, klaten. Bpk Mulyadi dalam
mengelola waktu, beliau membuat jadwal kegiatan sendiri yang harus
dilakukan di Sanggar Wayang, yaitu pada hari senin sampai minggu
beliau mulai masuk jm 08.00 – 16.00, tidak ada waktu libur untuk
beliau. Ketika banyak pemesanan yang ia buat dan berjangka waktu
pendek, beliau biasanya mengoperkan pekerjaan tersebut kepada
temannya untuk mempermudah jalannya pekerjaan yang dia buat. Selain
untuk mempermudah juga membuat silaturahmi dengan pengrajin lainnya
dan untuk bekerjasama dengan yang lainnya.
Pada pembuatan wayang di sanggar ini, semua masyarakat juga ikut berpartisipasi, sehingga suatu waktu ada salah seorang warga yang kesulitan, maka warga yang lain ikut membantu. Dan biasanya jika warga mengalami kesulitan, itu biasanya persoalan pembuatan wayang dan dalam pemesanan partai.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.portalsejarah.com/sejarah-asal-usul-kesenian-wayang-kulit.html
http://www.portalsejarah.com/sejarah-asal-usul-kesenian-wayang-kulit.html
Drs. Imam Sutardjo, M.Hum., Kajian
Budaya Jawa, 2008, FSSR Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
sumber wawancara : bpk. Mulyadi
sumber wawancara : bpk. Mulyadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar